Best Clinical Practice in Stem Cell Application
(Praktik Klinis Terbaik dalam Aplikasi Sel Punca)
Dalam penerapannya, pengambilan dan pemanfaatan sel punca haruslah sesuai dengan praktik klinis terbaik. Selayaknya sebuah penelitian dibidang lainnya, dalam prosedur othopedi akan dimulai dari pengkajian literatur-literatur yang mempunyai tingkat kesahihan terbaik. Hal ini dimaksudkan untuk ‘brainstorming’ atau pengumpulan ide-ide maupun gagasan dan rencana pengembangan gagasan tersebut agar bisa diaplikasikan dalam sebuah penelitian baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan metode-metode penelitian yang sesuai. Setelah menentukan topik bahasan sel punca yang sesuai, kemudian akan dilanjutkan dengan menentukan metode penelitian dan subjek awal penelitian. Biasanya, gagasan yang sudah matang akan diaplikasikan dalam sebuah ujicoba secara in vitro. Penelitian sel punca sebaiknya difokuskan ke suatu topik yang menjadi cabang dari pohon besar riset sel punca. Sebagai contoh, riset sel punca dewasa khususnya sel punca mesenkimal. Sel punca jenis ini tidak menimbulkan masalah bioetik, namun potensial dan efektif aplikasinya.
Pasien yang menjalani prosedur operasi tulang belakang dilakukan tes skrinig dan sterilitas. Semua subjek akan melewati tes skrining untuk HBV, HCV, dan HIV, yang akan dilakukan oleh laboratorium eksternal. Setelah subjek telah dinilai bebas terhadap semua tes diatas, selanjutnya subjek akan melalui aspirasi sumsum tulang dari krista iliaka yang akan dilakukan oleh dokter yang berkompeten. Kemudian akan dites untuk sterilitasnya sebelum di transport ke fasilitas sel terapi. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan di fasilitas sel terapi adalah isolasi sel punca sumsum tulang (SPST) dan dikuti ooleh ekspansi SPST. Kemduian SPST akan dikultur dan diobservasi untuk pertumbuhannya selama masa kultur 3-4 minggu.
Pada akhirnya SPST yang telah diekspansi akan dipanen dan kami akan mendaptkan sel sejumlah 10x106sel untuk menentukan protokol kami tervalidasi untuk dilanjutkan kembali. Kami juga mengirim sampel sel supernatan untuk dites sterilitasnya selama periode kultur dan pada akhir periode kultur, untuk meyakinkan bahwa kami melakukan kultur terhadap sel yang bebas kontaminasi didalam fasilitas sel terapi kami. Semua ini dilakukan untuk menjaga kendali mutu dari penelitian tahap in vitro sebelum dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni studi pada hewan.
Selanjutnya studi pada hewan dimaksudkan untuk bisa mengevaluasi hasil yang telah didapatkan pada penelitian in vitro, dan mengobservasi seberapa jauh aplikasinya pada mahluk hidup. Biasanya dalam studi hewan akan dipilih hewan yang morfologi sel dan struktur anatomisnya paling memiliki kemiripan dengan manusia. Namun hal ini biasanya terbatas pada biaya dan kaji etik. Oleh karena itu, pilihan hewan akan dipilih yang paling sering digunakan, mudah didapat dan bisa sebagai pembanding untuk studi lanjutan pada studi klinis nantinya.
Jika studi pada hewan telah komplit kemudian studi akan dilanjutkan pada sutdi translasionalyang bertujuan sebagai transisi atau peralihan dari studi in vitro ke studi klinis yang melibatkan manusia. Hasil daripada studi translasional nantinya akan sangat menentukan dalam pengembangan topik untuk studi klinis. Dalam satu studi kami ‘Perbandingan Efektivitas Sel Punca Mesenkimal dan Osteoblas yang Terdiferensiasi in vitro dalam Tatalaksana Pasien dengan Fraktur Nonunion’ tergambar bagaimana suatu topik dalam studi in vitro nantinya akan dikembangkan dan diadaptasi untuk studi klinis. Dalam dunia orthopedi sendiri, saat ini berbagai kemajuan telah dicapai dalam hal aplikasi sel punca. Sebagai contoh dalam cedera tulang belakang (spinal), di mana selama ini dipercaya bahwa susunan jaringan saraf tidak dapat beregenerasi. Namun isolasi dan persiapan sel punca dewasa telah berevolusi sampai dengan suatu poin dimana kestabilan dan kultur jangka panjang dengan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi fenotip neural dari ketiga garis keturunan neural: sel neuron, astrosit dan oligodendrosit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan regenerasi sel yang tinggi oleh sel punca, dan juga aktivasi dari beberapa faktor tumbuh yang dipercaya dapat menyembuhkan dan memperbaiki sel dan jaringan yang rusak.
Begitupun dalam pengobatan pasien cedera ligamen. Dalam suatu percobaan dengan menggunakan kelinci untuk rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament (ACL) dilapisi dengan sel punca, dapat dibuktikan bahwa penambahan sel punca menghasilkan penyembuhan dengan formasi zona kartilago yang menyerupai entesis chondral dari normal ACL daripada jaringan kolagen fiber dan jaringan ikat. Dipercaya juga secara biomekanik ACL rekonstruksi dengan sel punca menghasilkan hasil yang lebih kokoh. Mekanisme secara terperinci mengenai proses penyembuhan dengan sel punca sendiri masih merupakan suatu hal yang perlu diungkap ke depannya. Begitu pula aplikasi sel punca untuk penyembuhan defek luas dan fraktur non union, dan perbaikan kartilago yang dianggap sulit karena sedikitnya suplai darah ke suatu kartilago sehingga menghambat penyaluran nutrisi dan growth factor. Penelitian yang menggunakan sel punca sebagai basis semakin banyak, sehingga diharapkan banyak penyakit ataupun kecacatan dapat disembuhkan dengan metode ini.