Sejarah Pendidikan Orthopaedi di IndonesiaCikal Bakal Pendidikan Orthopaedi di IndonesiaSebelum ada pendidikan resmi Spesialis Orthopaedi, untuk mendapatkan keahlian dan gelar ini, seorang staf dosen ahli bedah dari masing-masing institusi dikirim untuk tugas belajar ke luar negeri, khusus ilmu orthopaedi. FKUI mengirim dr. Soebiakto W ke Boston - Amerika Serikat, dr. Nagar Rasjid ke London - Britania Raya, dr Soelarto Reksoprodjo ke Paris - Prancis. RSPAD mengirim dr. Soejoto ke Walter Reed - Amerika Serikat dan banyak staf RSPAD lainnya dikirim ke Kobe Jepang (seperti dr. Syamsul Maarif, dr. Misban, dr. Budiarso Sarwono, dr. PT Simatupang dan dr. Hara Marpaung).
Prof. dr. R. Soeharso sebagai pendiri Pusat Rehabilitasi Surakarta, dengan bantuan dari Angkatan Darat (Jenderal Gatot Soebroto) dan QHO yang menyediakan Spesialis Orthopaedi dan Fisioterapi dari berbagai negara, mengembangkan ilmu orthopaedi dari segi rehabilitasi. Hal ini didasari banyaknya cacat veteran korban perang kemerdekaan Indonesia, yang memerlukan rehabilitasi fisik seperti pemberian kaki-tangan palsu (ortosis). Bersama Bapak Suroto, seorang teknisi, beliau mendirikan “bengkel kaki-tangan palsu”. Kemudian, bengkel ini dikembangkan menjadi Pusat Rehabilitasi Surakarta yang dilengkapi dengan sarana pendidikan untuk paramedis rehabilitasi seperti sekolah perawat fisioterapi, perawat rehabilitasi (diprakarsai oleh Ibu Suroto) dan ortosis prosthesis (diprakarsai oleh Bapak Suroto). Selain Pusat Rehabilitasi, juga didirikan Rumah Sakit Lembaga Orthopaedi dan Prosthesis (LOP). Era Orthopaedic Training Program (1968-1975)
Pada Kongres WPOA di Hong Kong tahun 1968, Prof. dr. R. Soeharso sempat membicarakan tentang pendidikan ahli orthopaedi di Indonesia dengan Allan Mc Kelvie (Amerika Serikat) dan John Jen (Australia). Follow-up pembicaraan ini dilanjutkan dengan kunjungan survey oleh Prof. Hilman dari Campbell Clinic Tennessee (Amerika Serikat) ke Jakarta pada tahun 1968. Pembicaraaan berikutnya yang dilakukan bersama pimpinan FKUI/RSCM dan Prof. dr. R. Soeharso dengan Prof. Hilman (CARE Medico Orthopaedic Overseas) membuahkan kesepakatan untuk mengadakan pendidikan orthopaedi berupa Orthopaedic Training Program di FKUI/RSCM, sebagai wakil Departemen P & K (sekarang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) dan Departemen Kesehatan RI, dengan bantuan CARE Medico dari Orthopaedic Overseas.
Pada tanggal 1 Oktober 1968, dimulailah pendidikan Orthopaedic Training Program dengan guru atau konsultan yang datang dari Amerika Utara dan Australia secara bergantian setiap bulan. Konsultan pertama adalah dr. Harry Fahrni dari Vancouver Canada bersama istrinya Jeanne Fahrni (seorang perawat kamar bedah) yang turut membantu beliau di kamar operasi. Pendidikan Orthopaedic Training Program berlangsung selama 2 tahun setelah seorang dokter menyelesaikan gelar ahli bedah. Lahan pendidikan yang dipergunakan pada waktu itu selain RSCM adalah RS Fatmawati setiap hari Rabu dan Jumat, YPAC setiap hari Selasa dan RS Surakarta pada akhir pendidikan. Trainee pertama yang mengikuti program tersebut adalah dr. Sumanto yang pada saat itu sedang bertugas di Universitas Andalas Padang dan dr. Syahbudin Tajib Salim, ahli bedah RS Fatmawati. Namun baru 1 bulan berjalan , dr. Sumanto tidak dapat meneruskan pendidikan sehingga diganti oleh dr. Soelarto Reksoprodjo.Dengan keikutsertaan dr. Soelarto dalam program pendidikan ini, dimana setiap jumat dr. Soelarto juga ikut menangani kasus orthopaedi di RS PMI Bogor, maka secara tidak resmi RS PMI Bogor pun dikunjungi setiap minggu, setelah acara RS Fatmawati. Apalagi pada saat itu kasus orthopaedi di RS Fatmawati umumnya adalah kasus TBC tulang belakang, dan belum banyak kasus orthopaedi selain itu. Kunjungan ke RS PMI Bogor diisi dengan melakukan konsultasi dan operasi kasus orthopaedi terutama fraktur. dr. Indradi Roosheroe sebagai direktur RS PMI Bogor akhirnya tertarik untuk ikut menjadi peserta pendidikan, dan turut bergabung di kemudian waktu. Program ini kemudian berturut-turut diikuti oleh dr. Chehab Rukni Hilmy (Universitas Indonesia) dan dr. IP Sukarna (Unair Surabaya) pada 1969, dr. Subroto Sapardan (UI Jakarta) dan dr. Ichwan P Radjamin (Unair Surabaya) pada tahun 1970, dr. R Saleh Mangunsudirjo (Undip Semarang) dan dr Indradi Roosheroe (RS PMI) sendiri pada tahun 1971. Demikianlah pendidikan ini berlangsung seterusnya. Sejak tahun 1973 peserta setiap semester menjadi 4 orang, dimulai oleh dr. Chairuddin Rasyad (Unhas Makassar), dr. Djoko Roeshadi (Unair Surabaya), dr. Ahmad Djojosugito (Unpad Bandung) dan dr Errol Untung Hutagalung (UI Jakarta), yang merupakan trainee terakhir yang mengikuti secara penuh Orthopaedic Training Program bantuan Orthopaedic Overseas sampai dengan 1975. Era Pendidikan Orthopaedi Independen (1975-sekarang)Pada bulan November 1974 PABOI (Perkumpulan Ahli Bedah Orthopaedi Indonesia) menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah International, yang pada saat itu sudah beranggotakan 17orang. Pertemuan tersebut dinyatakan sebagai Kongres I PABOI. Pada saat evaluasi semi-annual bulan Mei 1975, pemerintah RI melalui Departemen Kesehatan menghentikan program pendidikan bantuan CARE Medico. Selanjutnya pendidikan dilaksananakan oleh ahli dari Indonesia sendiri. Segera setelah itu PABOI sebagai perkumpulan profesi membuat kurikulum pendidikan ahli bedah orthopaedi.
Pada tahun 1975 semua jenis pendidikan diambil alih oleh Departemen P & K RI dan pendidikan ahli yang dulu dilaksanakan oleh perkumpulan profesi dijadikan Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis dibawah Departemen P & K RI. Dalam spesialisasi, berdasarkan prioritas yang dibutuhkan Negara, hanya 14 jenis program pendidikan dokter spesialis yang mendapat pengakuan oleh CMS (Consortium of Medical Sciences), dimana orthopaedi belum tergabung didalamnya pada waktu itu. Istilah CMS kemudian berubah menjadi CHS (Consortium of Health Sciences). Walaupun demikian pendidikan ahli bedah orthopaedi tetap berlangsung. Di Bandung, (sebagai tempat kelahiran PABOI pada tanggal 25 September 1969), dalam pidatonya, Mentreri P & K yang dibacakan oleh Dirjen Dikti Prof. Doddy, Departemen P & K menyatakan pengakuan Orthopaedi sebagai Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) resmi. Oleh karenanya, pendidikan ini dapat menerima sebagian pesertanya yang terdiri dari dokter umum setelah melaksanakan WKS (wajib kerja sarjana di puskesmas) dan realisasinya baru terlaksana pada bulan januari 1981. Pendidikan berlangsung berdasarkan katalog kurikulum PPDS yang diakui CHS dengan jumlah SKS 100 yang terdiri dari:
Walaupun sudah tidak ada hubungan secara resmi dengan luar negeri, namun karena tetap ada jalinan hubungan pribadi, maka ujian akhir ilmu orthopaedi yang dilaksanakan oleh PABOI dan pusat pendidikan, tetap mengikut-sertakan penguji luar terutama dari Australia dan Singapura, bahkan juga dari Amerika, Kanada, Prancis, dan Jepang. Sampai saat ini ujian akhir tetap diselenggarakan oleh PABOI bekerjasama dengan pusat pendidikan, dengan mengundang penguji luar dari Singapura dan Australia. Pusat pendidikan pun bertambah dengan Unpad Bandung pada tahun 1988 dan sekarang Unhas Makassar telah pula menjadi pusat pendidikan ke 4 (empat). Ujian akhir tetap diselenggarakan oleh PABOI sebagai salah satu kegiatannya yang dilakukan melalui kerjasama dengan pusat pendidikan, dengan cara bergiliran tempat serta pelaksanaannya di pusat pusat pendidikan setiap tahun (2 kali dalam setahun) Di samping pendidikan dokter spesialis orthopaedi, PABOI sebagai perkumpulan profesi telah mempunyai peserta seminatan dalam bidang tertentu dalam lingkungan bedah orthopaedi. Bedah tulang belakang sejak bulan juli 1994 telah menyelenggarakn Fellowship Training in Spine Surgery bagi mereka (spesialis bedah orthopaedi) yang ingin mendalami bedah tulang belakang di Jakarta oleh FKUI dibawah koordinasi pimpinan dr. Subroto Sapardan. Setiap semester bisa menerima seorang peserta. Peserta fellowship ini dikirim ke USA selama 3 bulan belajar di tempat Prof. Hansen A Yuan, Syracuse University of New York USA. Pendidikan fellowship ini selama 1 (satu) tahun. Dalam berbagai bidang keahlian atau spesialisasi , muncul kelompok seminatan seperti bedah tangan (hand surgery), paediatrik dan seterusnya sesuai dengan perkembangan dunia internasional terutama dari WPOA (Western Pacific Orthopaedic Association) yang sekarang berubah menjadi APOA (Asia Pacific Orthopaedi Association).ha Disadur dari buku Prof. Soelarto Reksoprodjo dengan perubahan seperlunya Sejarah Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi RSCMSebagai salah satu institusi yang membidani pelayanan dan pendidikan orthopaedi dan traumatologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo berperan banyak. Pada awalnya dokter ahli bedah orthopaedi tergabung dalam Divisi Orthopaedi dan Traumatologi di bawah Departemen Bedah Perjan RSCM. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, divisi orthopaedi berevolusi lebih jauh. Hingga pada akhirnya 30 Mei 2011 berdasarkan SK Direktur Utama RSCM Nomor 9042/TW,K/34/V/2011 terbentuklah Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM.
Hingga saat ini Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi terus mengembangkan dan mengaktualisasi diri dalam memberikan pelayanan bertaraf internasional. Saat ini terdapat 6 (enam) divisi yang memberikan pelayanan subspesialistik orthopaedi yang terbagi dalam:
Dengan staf-staf ahli di bidang masing-masing, Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi siap memberikan yang terbaik untuk Indonesia |